Penggunaan Jaring Katrol dan Bom Ikan Ancam Ekosistem Selat Tiworo
NELAYAN TIWORO – Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Mubar Kasim Timau (baju hitam ujung kanan) mendengar keluhan nelayan Tiworo Tengah terkait maraknya penangkapan ikan yang menggunakan alat tangkap Jaring Katrol dan bom. Ini berdampak pada punahnya ekosistem laut dan dapat merugikan nelayan yang menggunakan alat tangkap ramah lingkungan, Senin (9/10/2017). (Laode Pialo/ZONASULTRA.COM)
LAWORO – Sejumlah nelayan di kecamatan Tiworo Utara, kabupaten Muna Barat (Mubar), Sulawesi Tenggara (Sultra) mengeluhkan maraknya penggunaan jaring katrol dan bom oleh nelayan luar saat menangkap ikan di perairan Selat Tiworo.
Hal itu terungkap dalam dialog bersama antara Nelayan Tangkap ramah lingkungan Nelayan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), kecamatan Tiworo utara, Senin (9/10/2017).
Kordinator KTNA) kecamatan Tiworo Utara Suhaele mengaku geram dengan ulah sejumlah nelayan yang menggunakan alat tangkap destruktif itu saat menangkap ikan di Selat Tiworo.
Menurutnya, selain mengacam keberlangsungan ekosistem laut di selat itu, penggunaan jaring kator dan bom ikan itu juga merugikan nelayan yang menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.
Dia menilai, penggunaan Jaring katrol dapat merusak terumbu karang lamun di selat itu. Sebab, terumbu karang merupakan habitat dan sumber makanan bagi berbagai jenis makhluk hidup di laut. Sedangkan lamun adalah sumber makanan ikan duyung dan lumba lumba.
“Ini merupakan salah satu ekosistem yang langkah dan harus dilindungi oleh pemerintah, dan itu ada di Selat Tiworo”, kata Suhaele, Senin (9/10/2017).
Selain itu, alat tangkap jenis jaring katrol ini dapat merugikan nelayan setempat. Karna hampir semua alat tangkap mereka yang terpasang di tengah laut itu, rusak akibat jaring tersebut.
“Bayangkan alat tangkap nelayan yang menggunakan pancing rawi senggol, bubu kepiting rajungan dan jaring ikan rusak diseret oleh jaring katrol. Fan itu telah terjadi beberapa kali,sehingga banyak nelayan disini dirugikan,” katanya.
Dia juga menambahkan, selain itu, penggunaan jaring katrol dan bom juga berdampak pada menurunnya hasil tangkap nelayan setempat. Dia menjelaskan, sebelum adanya penggunaan jaring katrol, para nelayan setempat bisa menghasilkan kepiting 10 kg per hari.
“Tapi setelah ada oknum yang menggunakan alat tangkap jenis jaring katrol, penghasilan nelayan menurun drastis hingga 4 kilogram per hari.Ini sudah terjadi selama dua bulan”, bebernya.
Dia mengungkapkan, sejumlah nelayan yang menggunakan jaring katrol dan bom ikan itu berasal dari luar Muna barat. Mereka berasal dari Bombana, Konawe Selatan dan Muna.
Kata dia, para nelayan ini adalah mereka yang sudah biasa melakukan alat tangkap tersebut di wilayahnya. Karena potensi ikan di wilayahnya mulai berkurang, para nelayan ini mulai pindah wilayah tangkap di Selat Tiworo.
Suhaele berharap pemerintah terkait segera mengambil tindakan terhadap nelayan luar yang menggunakan alata tangkap tidak ramah lingkungan itu. Karena keberadaan mereka mengancam sumber penghasilan nelayan setempat.
Hal yang sama juga disampaikan ketua KTNA labupaten Mubar, Kasim Timau. Menurut dia, penggunaan jaring katorl dan bom ikan di Selat Tiworo merupakan persoalan serius yang harus segera diselesaikan demi kesejahteraan masyarakat nelayan dan menjaga keberlanjutan ekosistemnya.
“Saya akan bersurat ke Dinas Kelautan dan perikanan (DKP) kabupaten Muna Barat dan DKP Propinsi. Selain itu, saya juga akan membicarakan hal ini dengan anggota DPRD Mubar untuk mengambil sikap tegas terkait masalah tersebut,” pungkasnya.
Sumber : Penggunaan Jaring Katrol dan Bom Ikan Ancam Ekosistem Selat Tiworo
-
Thursday 27/10/2022
-
Wednesday 11/10/2017
-
Wednesday 11/10/2017
-
Friday 06/10/2017
-
Friday 06/10/2017